Tuesday, January 2, 2018

MAKALAH : IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NASIONAL



IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NASIONAL
BAB I
SEJARAH PERUMUSAN DAN PENETAPAN
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Sejarah perumusan  Pancasila ini berawal dari pemberian janji kemerdekaan di kemudian hari kepada bangsa Indonesia oleh Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki Koiso  pada tanggal 7 September 1944, di depan Parlemen Tokyo.
Pemerintah Jepang menjanjikan kemerdekaan kepadabangsa indonesia jika Jepang memenangkan peperangan. Janji itu diulangi lagi pada tanggal 1 Maret 1945 dengan tanpa syarat dan dijanjikan untuk membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang bertujuan untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan tata pemerintahan Indonesia Merdeka.
BPUPKI dibentuk oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan Balatentara Jepang di Jawa) pada tanggal 29 April 1945. Susunan pengurus dan jumlah anggota BPUPKI adalah :
Ketua             : Dr. Radjiman Wedyodiningrat
Ketua Muda    : Raden Panji Soeroso
Ketua Muda    : Ichibangase (anggota luar biasa, orang Jepang)
Anggota          : 60 orang tidak termasuk Ketua dan Ketua Muda.
Organisasi  ini mengadakan sidang pertamanya pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945 untuk merumuskan falsafah dasar negara bagi negara Indonesia. Selama tiga hari itu tiga orang, yaitu, Muhammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno, menyumbangkan pemikiran mereka bagi dasar negara Indonesia.
1.               Usulan Mr. Muh Yami (29 Mei 1945)
Adapun lima dasar negara yang diusulkan Mr. Muh Yamin secara lisan dan tertulis. Usulan yang disampaikan secara lisan adalah sebagai berikut:
a)               Perikebangsaan
b)               Perikemanusiaan
c)               Periketuhanan
d)              Perikerakyatan
e)               Kesejahteraaan Rakyat
Usulan yang dikemukakan secara tertulis adalah :
a)               Ketuhanan Yang Maha Esa
b)               Kebangsaan persatuan Indonesia
c)               Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
d)              Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
e)               Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
2.       Usulan Mr. Soepomo (31 Mei 1945)
Mr. Soepomo juga mengusulkan lima dasar negara, yaitu sebagai berikut:
a)      Paham negara persatuan
b)      Perhubungan negara dan agama
c)      Sistem badan permusyawaratan
d)     Sosialisme negara
e)      Hubungan antarbangsa
3.      Usulan Ir. Soekarno (1 Juni 1945)
a)               Kebangsaan Indonesia
b)               Internasionalisme atau perikemanusiaan
c)               Mufakat atau demokrasi
d)              Kesejahteraan sosial
e)               Ketuhanan yang berkebudayaan
Pada akhir pidatonya Soekarno menambahkan bahwa kelima asas tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang disebut dengan Pancasila, diterima dengan baik oleh peserta sidang. Oleh karena itu, tanggal 1 Juni 1945 diketahui sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pada sidang BPUPKI yang pertama ini juga dibentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 9 orang, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, K.H. Wachid Hasjim, Mr. A.A. Maramis, Abdul Kahar Muzakar, Abikoesno Tjokrosoejoso, Agus salim, Mr. Achmad Soebarjo, dan Mr. Muhammad Yamin. Selanjutnya, karena anggotanya sembilan orang, Panitia Kecil ini juga disebut Panitia Sembilan.
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Kecil mengadakan rapat dengan tokoh-tokoh BPUPKI dan menghasilkan  Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Didalamnya terdapat rumusan dasar negara yang kelak akan menjadi dasar negara Republik Indonesia setelah mengalami perubahan tujuh kata dalam dasar yang pertama, yaitu:
a.                Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
b.               Kemanusiaan yang adil dan beradab
c.                Persatuan Indonesia
d.               Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan perwakilan
e.                Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada tanggal 17 Agustus 1945, setelah upacara proklamasi kemerdekaan, datang berberapa utusan dari wilayah Indonesia Bagian Timur. Berberapa utusan tersebut adalah sebagai berikut:
1.               Sam Ratulangi, wakil dari Sulawesi
2.               Tadjoedin Noor dan Ir. Pangeran Noor, wakil dari Kalimantan
3.               I Ketut Pudja, wakil dari Nusa Tenggara
4.               Latu Harhary, wakil dari Maluku
Mereka semua berkeberatan dan mengemukakan pendapat tentang bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan UUD yang juga merupakan sila pertama Pancasila sebelumnya, yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Pada Sidang PPKI I, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, Hatta lalu mengusulkan mengubah tujuh kata tersebut menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pengubahan kalimat ini telah dikonsultasikan sebelumnya oleh Hatta dengan 4 orang tokoh Islam, yaitu Kasman Singodimejo, Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, dan Teuku M. Hasan. Mereka menyetujui perubahan kalimat tersebut demi persatuan dan kesatuan bangsa. Dan akhirnya bersamaan dengan penetapan rancangan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 pada Sidang PPKI I tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila pun ditetapkan sebagai dasar negara Indonesia.
Rumusan inilah yang kemudian dijadikan dasar negara sampai sekarang bahkan hingga akhir perjalanan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia bertekad bahwa Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat diubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR hasil Pemilu. Jika merubah dasar negara Pancasila sama dengan membubarkan negara hasil proklamasi.
A.             Butir-Butir Pancasila/Eka Prasetia Panca Karsa
·            Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
1.         Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.         Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3.         Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4.         Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
·            Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
1.         Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
2.         Saling mencintai sesama manusia.
3.         Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4.         Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5.         Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6.         Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7.         Berani membela kebenaran dan keadilan.
8.         Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
·            Sila Persatuan Indonesia
1.         Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2.         Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3.         Cinta Tanah Air dan Bangsa.
4.         Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
5.         Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
·            Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / Perwakilan
1.         Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
2.         Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
3.         Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.         Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
5.         Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil musyawarah.
6.         Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
7.         Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
·            Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1.         Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
2.         Bersikap adil.
3.         Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.         Menghormati hak-hak orang lain.
5.         Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6.         Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
7.         Tidak bersifat boros.
8.         Tidak bergaya hidup mewah.
9.         Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10.     Suka bekerja keras.
11.     Menghargai hasil karya orang lain.
12.     Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila. Tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan dalam keseharian warga Indonesia.
Ø   Sila pertama (Bintang) 
1.            Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.            Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.            Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4.            Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5.            Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6.            Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7.            Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Ø   Sila kedua (Rantai)
1.            Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2.            Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3.            Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4.            Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5.            Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6.            Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7.            Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8.            Berani membela kebenaran dan keadilan.
9.            Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10.        Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Ø   Sila ketiga (Pohon Beringin)
1.            Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2.            Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3.            Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4.            Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5.            Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
6.            Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7.            Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Ø   Sila keempat (Kepala Banteng)
1.            Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2.            Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3.            Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4.            Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5.            Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6.            Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7.            Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8.            Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9.            Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10.        Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.


Ø   Sila kelima (Padi Dan Kapas)
1.            Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2.            Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3.            Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4.            Menghormati hak orang lain.
5.            Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6.            Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
7.            Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8.            Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
9.            Suka bekerja keras.
10.        Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
11.        Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Alfred North Whitehead (1864 – 1947), tokoh utama filsafat proses, berpandangan bahwa semua realitas dalam alam mengalami proses atau perubahan, yaitu kemajuan,  kreatif dan baru. Realitas itu dinamik dan suatu proses yang terus menerus “menjadi”, walaupun unsur permanensi realitas dan identitas diri dalam perubahan  tidak boleh diabaikan. Sifat alamiah itu dapat pula dikenakan pada ideologi Pancasila sebagai suatu realitas (pengada).
Pancasila termasuk dalam ideologi terbuka. Ideologi pancasila sebagai dasar pengembangan keterbukaannya adalah hakikat kodrat manusia monopluralis, sehingga unsur moral menjadi landasan kebijaksanaan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada. Ideologi terbuka menurut Koento Wibisono,memiliki ciri-ciri kekhususannya, yaitu bersifat realis, bersifat idealis, dan bersifat fleksibel.

BAB II
IMPLEMENTASI PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NASIONAL

II.1.     Implementasi Pancasila sebagai Dasar Negara
Implementasi Pancasila sebagai dasar Negara diwujudkan dengan pembentukan sistem hukum nasional dalam suatu tertib hukum (legal order) dimana Pancasila menjadi norma dasarnya. Pancasila sebagai dasar negara dapat disebut sebagai :
1.            Norma dasar
2.            Staatsfundamentalnorm
3.            Norma pertama
4.            Cita Hukum (Rechtsidee)

Berikut ini jenjang kelompok Norma di Indonesia :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhUGFYu5UlPO5Xar6P-bFMmr1vSSunGbEaKcdrzYlq9J6uCQfccWrSgKHQP83GoR-3vzUN87HBhHkn8oC4aamuG2ya-oH1y8ysFbEpzCyAW_EYX9DlPXpPzNj_zi8-3tcTCLIEPNNwtnQGO/s320/2.jpg







Hierarkhi Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia berdasarkan UU No 10 Tahun 2004 yaitu :
1.            UUD 1945
2.            UU/Perpu
3.            Peraturan Pemerintah
4.            Peraturan Presiden
5.            Peraturan Daerah meliputi :
·            Peraturan Daerah Provinsi
·            Peraturan Daerah Kota/Kabupaten
·            Peraturan Desa

II.1.1.        Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
·            Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya.
·            Sidang BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa.
·            Peraturan selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan negara harus didasarkan atas dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD itu disebut peraturan-peraturan organik yang menjadi pelaksanaan dari UUD.
·            Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber huum (sumber huum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum).
·            Di sinilah tampak titik persamaan dan tujuan antara jalan yang ditempuh oleh masyarakat dan penyusun peraturan-peraturan oleh negara dan pemerintah Indonesia.
·            Adalah suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia berdiri di atas fundamen yang kuat, dasar yang kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat itu bukanlah meniru suatu model yang didatangkan dari luar negeri.
·            Dasar negara kita berakar pada sifat-sifat dan cita-cita hidup bangsa Indonesia, Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian bangsa Indonesia, yang hidup di tanah air kita sejak dahulu hingga sekarang.
·            Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan bangsa Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsa-bangsa lain sebagai dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal dan akan mempengaruhi hidup dan kehidupan banga dan negara kesatuan Republik Indonesia secara kekal dan abadi.

II.1.2.    Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945 Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan menyusun UUD baru.
Pada akhir tahun 1955 diadakan pemilihan umum pertama di Indonesia dan Konstituante yang dibentuk mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956.
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan selanjutnya. Konstituante gagal membentuk suatu UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950.
Dengan kegagalan konstituante tersebut, maka pada tanggal 5 Juli 1950 Presiden RI mengeluarkan sebuah Dekrit yang pada pokoknya berisi pernyatan :
1.            Pembubaran Konstuante.
2.            Berlakunya kembali UUD 1945.
3.            Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
4.            Akan dibentuknya dalam waktu singkat MPRS dan DPAS.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, secara yuridis, Pancasila tetap menjadi dasar falsafah negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV dengan perumusan dan tata urutan seperti berikut :
·                Ketuhanan Yang Maha Esa.
·                Kemanusiaan yang adil dan beradab.
·                Persatuan Indonesia.
·                Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
·                Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 1968, tertanggal 13 April 1968, perihal : Penegasan tata urutan/rumusan Pancasila yang resmi, yang harus digunakan baik dalam penulisan, pembacaan maupun pengucapan sehari-hari. Instruksi ini ditujukan kepada : Semua Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga / Badan Pemerintah lainnya.
Tujuan dari pada Instruksi ini adalah sebagai penegasan dari suatu keadaan yang telah berlaku menurut hukum, oleh karena sesuai dengan asas hukum positif (Ius Contitutum) UUD 1945 adalah konstitusi Indonesia yang berlaku sekarang. Dengan demikian secara yuridis formal perumusan Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang harus digunakan, walaupun sebenarnya tidak ada Instruksi Presiden RI No. 12/1968 tersebut.
Prof. A.G. Pringgodigdo, SH dalam bukunya “Sekitar Pancasila” peri-hal perumusan Pancasila dalam berbagai dokumentasi sejarah mengatakan bahwa uraian-uraian mengenai dasar-dasar negara yang menarik perhatian ialah yang diucapkan oleh :
·                  Mr. Moh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945.
·                  Prof. Mr. Dr. Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945.
·                  Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945.
Walaupun ketiganya mengusulkan 5 hal pokok untuk sebagai dasar-dasar negara merdeka, tetapi baru Ir. Soekarno yang mengusulkan agar 5 dasar negara itu dinamakan Pancasila dan bukan Panca Darma.
Jelaslah bahwa perumusan 5 dasar pokok itu oleh ketiga tokoh tersebut dalam redaksi kata-katanya berbeda tetapi inti pokok-pokoknya adalah sama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Prikemanusiaan atau internasionalisme, Kebangsaan Indonesia atau persatuan Indonesia, Kerakyatan atau Demokrasi dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 menegaskan : Maksud Pancasila adalah philosophschegrondslag itulah fundament falsafah, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung “Indonesia Merdeka Yang Kekal dan Abadi”.
Prof. Mr. Drs. Notonagoro dalam pidato Dies Natalis Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 10 November 1955 menegaskan : “Susunan Pancasila itu adalah suatu kebulatan yang bersifat hierrarchies dan piramidal yang mengakibatkan adanya hubungan organis di antara 5 sila negara kita”.
Prof. Mr. Muhammad Yamin dalam bukunya “Proklamasi dan Konstitusi” (1951) berpendapat : “Pancasila itu sebagai benda rohani yang tetap dan tidak berubah sejak Piagam Jakarta sampai pada hari ini”.
Kemudian pernyataan dan pendapat Prof. Mr. Drs. Notonagoro dan Prof. Mr. Muhamamd Yamin tersebut diterima dan dikukuhkan oleh MPRS dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1960 jo Ketetapan No. V/MPR/1973.

II.1.3.         Pengertian Pancasila Secara Termitologis
Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI untuk melengkapai alat2 Perlengkapan Negara PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45 dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh Rakyat Indonesia. Pancasila Berbentuk:
1.      Hirarkis (berjenjang);
2.      Piramid.
A.          Pancasila menurut Mr. Moh Yamin adalah yang disampaikan di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 isinya sebagai berikut:
1.            Prikebangsaan
2.            Prikemanusiaan
3.            Priketuhanan
4.            Prikerakyatan
5.            Kesejahteraan Rakyat
B.           Pancasila menurut Ir. Soekarno yang disampaikan pada tangal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, sebagai berikut:
1.            Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia
2.            Internasionalisme/Prikemanusiaan
3.            Mufakat/Demokrasi
4.            Kesejahteraan Sosial
5.            Ketuhanan yang berkebudayaan
Presiden Soekarno mengusulkan ke-5 Sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila yaitu:
1.            Sosio Nasional : Nasionalisme dan Internasionalisme
2.            Sosio Demokrasi : Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat
3.            Ketuhanan YME
Dan masih menurut Ir. Soekarno Trisila masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila atau Satusila yang intinya adalah Gotong Royong.
C.           Pancasila menurut Piagam Jakarta yang disahkan pada tanggal 22 Juni 1945 rumusannya sebagai berikut:
1.            Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;
2.            Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3.            Persatuan Indonesia;
4.            Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan;
5.            Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia;
Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian pancasila tersebut yang sah dan benar secara Konstitusional adalah pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Uud 45, hal ini diperkuat dengan adanya ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar Negara RI yang sah dan benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Setiap negara harus mempunyai dasar negara. Dasar negara merupakan fundamen atau pondasi dari bangunan negara. Kuatnya fundamen negara akan menguatkan berdirinya negara itu. Kerapuhan fundamen suatu negara, beraikbat lemahnya negara tersebut. Sebagai dasar negara Indonesia, Pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah negara (filosofische gronslag dari negara), Staats fundamentele norm, weltanschauung dan juga diartikan sebagai ideologi negara (staatsidee).
Negara kita Indonesia. Dalam pengelolaan atau pengaturan kehidupan bernegara ini dilandasi oleh filsafat atau ideologi pancasila. Fundamen negara ini harus tetap kuat dan kokoh serta tidak mungkin diubah. Mengubah fundamen, dasar, atau ideology berarti mengubah eksistensi dan sifat negara. Keutuhan negara dan bangsa bertolak dari sudut kuat atau lemahnya bangsa itu berpegang kepada dasar negaranya.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara yaitu Pancasila sebagai dasar dari penyelenggaraan kehidupan bernegara bagi negara Republik Indonesia. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara seperti tersebut di atas, sesuai dengan apa yang tersurat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia 4 antara lain menegaskan: “….., maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalm permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dengan kedudukan yang istimewa tersebut, selanjutnya dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara memiliki fungsi yang kuat pula. Pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 menggariskan ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi pancasila dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara. Berikut ini dikemukakan ketentuan-ketentuan yang menunujukkan fungsi dari masing-masing sila pancasila dalam proses penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu: kehidupan bernegara bagi Negara Republik Indonesia berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama serta untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannnya, negara menghendaki adanya toleransi dari masing-masing pemeluk agama dan aliran kepercayaan yang ada serta diakui eksistensinya di Indonesia, negara Indonesia memberikan hak dan kebebasan setiap warga negara terhadap agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, antara lain : pengakuan negara terhadap hak bagi setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri, negara menghendaki agar manusia Indonesia tidak memeperlakukan sesame manusia dengan cara sewenang-wenang sebagai manifestasi sifat bangsa yang berbudaya tinggi, pengakuan negara terhadap hak perlakuan sama dan sederajat bagi setiap manusia, jaminan kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan serta kewajiban menjunjung tinggi hokum dan pemerintahan yang ada bafi setiap warga negara.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Persatuan Indonesia, yaitu: perlindungan negara terhadp segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiba dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, negara mengatasi segala paham golongan dan segala paham perseorangan, serta pengakuan negara terhadap kebhineka-tunggal-ikaan dari bangsa Indonesia dan kehidupannya.
Selanjutnya ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarata perwakilan, yaitu: penerapan kedaulatan dalam negara Indonesia yang berada di tangan rakyat dan dilakukan oleh MPR, penerapan azas musyawarah dan mufakat dalam pengambilan segala keputusan dalam negara Indonesia, dan baru menggunakan pungutan suara terbanyak bila hal tersebut tidak dapat dilaksanakan, jaminan bahwa seluruh  warga negara dapat memperoleh keadlan yang sama sebagai formulasi negara hokum dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka, serta penyelenggaraan kehidupan bernegara yang didasarkan atas konstitusi dan tidak bersifat absolute.
Yang terakhir adalah ketentuan-ketentuan yang menunjukkan fungsi sila Keadlan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, antara lain: negara menghendaki agar perekonomian Indonesia berdasarkan atas azas kekeluaraan, penguasaan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara serta menguasai hajat hidup orang banyak oleh negara, negara menghendaki agar kekayaan alam yang terdapat di atas dan di dalam bumi dan air Indonesia dipergunakan untuk kemakmuran rakyat banyak, negara menghendaki agar setiap warga negara Indonesia mendapat perlakuan yang adil di segala bidang kehidupan, baik material maupun spiritual, negara menghendaki agar setiap warga negara Indonesia memperoleh pengajaran secara maksimal, negara Republik Iindonesia mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang pelaksanaannya ditur berdasarkan Undang-Undang, pencanangan bahwa pemerataan pendidikan agar dapat dinikmati seluruh warga negara Indonesia menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan keluarga, dan negara berusaha membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Pada bulan Juni 1945,64 tahun yang lalu, lahirlah sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia.
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara (philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka Pancasila merupakanintelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal Ika”.
Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan dan segala perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu,Kirdi Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4 dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya berisi:
1.            Ketuhanan yang Maha Esa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.            Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.            Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.            Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.            Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
Isi Pembukaan UUD 1945 adalah nilai-nilai luhur yang universal sehingga Pancasila di dalamnya merupakan dasar yang kekal dan abadi bagi kehidupan bangsa. Gagasan vital yang menjadi isi Pancasila sebagai dasar negara merupakan jawaban kepribadian bangsa sehingga dalam kualitas awalnya Pancasila merupakan dasar negara, tetapi dalam perkembngannya menjadi ideologi dari berbagai kegiatan yang berimplikasi positif atau negatif.
Pancasila bertolak belakang dengan kapitalisme ataupun komunisme. Pancasila justru merombak realitas keterbelakangan yang diwariskan Belanda dan Jepang untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Pancasila sudah berkembang menjadi berbagai tahap semenjak ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu :
1.            Tahun 1945-1948 merupakan tahap politis. Orientasi Pancasila diarahkan pada Aand character building. Semangat persatuan dikobarkan demi keselamatan NKRI terutama untuk menanggulangi ancaman dalam negeri dan luar negeri. Di dalam tahap dengan atmosfer politis dominan, perlu upaya memugar Pancasila sebagai dasar negara secara ilmiah filsafati. Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandangan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang dalam karya-karyanya ditunjukkan segi ontologik, epismologik dan aksiologiknya sebagai raison d’etre bagi Pancasila (Notonagoro, 1950).
Resonansi Pancasila yang tidak bisa diubah siapapun tecantum pada Tap MPRS No. XX/MPRS/1966. Dengan keberhasilan menjadikan “Pancasila sebagai asas tunggal”, maka dapatlah dinyatakan bahwa persatuan dan kesatuan nasional sebagai suatu state building.
2.            Tahun 1969-1994 merupakan tahap pembangunan ekonomi sebagai upaya mengisi kemerdekaan melalui Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I). Orientasinya diarahkan pada ekonomi, tetapi cenderung ekonomi menjadi “ideologi”.
Secara politis pada tahap ini bahaya yang dihadapi tidak sekedar bahaya latent sisa G 30S/PKI, tetapi efek PJP 1 yang menimbulkan ketidakmerataan pembangunan dan sikap konsumerisme. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial yang mengancam pada disintegrasi bangsa.
Distorsi di berbagai bidang kehidupan perlu diantisipasi dengan tepat tanpa perlu mengorbankan persatuan dan kesatuan nasional. Tantangan memang trerarahkan oleh Orde Baru, sejauh mana pelakasanaan “Pancasila secara murni dan konsekuen” harus ditunjukkan.
Komunisme telah runtuh karena adanya krisis ekonomi negara “ibu” yaitu Uni Sovyet dan ditumpasnya harkat dan martaba tmanusia beserta hak-hak asasinya sehingga perlahan komunisme membunuh dirinya sendiri. Negara-negara satelit mulai memisahkan diri untuk mencoba paham demokrasi yang baru. Namun, kapitalisme yang dimotori Amerika Serikat semakin meluas seolah menjadi penguasa tunggal. Oleh karena itu, Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya sekedar dihantui oleh bahaya subversinya komunis, melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya kapitalisme.
3.            Tahun 1995-2020 merupakan tahap “repostioning” Pancasila. Dunia kini sedang dihadapkan pada gelombang perubahan yang cepat sebagai implikasi arus globalisasi.
Globalisasi sebagai suatu proses pada hakikatnaya telah berlangsung jauh sebelum abad ke-20 sekarang, yaitu secara bertahap, berawal “embrionial” di abad 15 ditandai dengan munculnyanegara-negara kebangsaan, munculnya gagasan kebebasan individu yang dipacu jiwa renaissance dan aufklarung.
Hakikat globalisasi sebagai suatu kenyataan subyektif menunjukkan suatu proses dalam kesadran manusia yang melihat dirinya sebagai partisipan dalam masyarakat dunia yang semakin menyatu, sedangkana kenyataan obyektif globlaisasi merupakan proses menyempitnya ruang dan waktu, “menciutnya” dunia yang berkembang dalam kondisi penuh paradoks.
Menghadapi arus globalisasi yang semakin pesat, keurgensian Pancasila sebagai dasar negara semakin dibutuhkan. Pancasila dengan sifat keterbukaanya melalui tafsir-tafsir baru kita jadikan pengawal dan pemandu kita dalam menghadapi situasi yang serba tidak pasti. Pancasila mengandung komitmen-komitmen transeden yang memiliki “mitosnya” tersendiri yaitu semua yang “mitis kharismatis” dan “irasional” yang akan tertangkap arti bagi mereka yang sudah terbiasa berfikir secara teknis-positivistik dan pragmatis semata.
Nilai-nilai luhur yang telah dipupuk sejak pergerakan nasional kini telah tersapu oleh kekuasaan Orde Lama dan Orde Baru. Orde Lama mengembangkan Pancasila sebagai dasar negara tidak sebagai sesuatu substantif, melainkan di-instumentalisasi-kan sebagai alat politik semata. Demikian pula di Orde Baru yang “berideologikan ekonomi”, Pancasila dijadikan asas tunggal yang dimanipulasikan untuk KKN dan kroni-isme dengan mengatasnamakan sebagai Mandatoris MPR.
Baca juga : KEWARGANEGARAAN : HAKIKAT EDIOLOGI
Kini terjadi krisis politik dan ekonomi karena pembangunan menghadapi jalan buntu. Krisis moral budaya juga timbul sebagai implikasi adanya krisis ekonomi. Masyarakat telah kehilangan orientasi nilai dan arena kehidupan menjadi hambar, kejam, gersang dalam kemiskinan budaya dan kekeringan spiritual. Pancasila malah diplesetkan menjadi suatu satire, ejekan dan sindiran dalam kehidupan yang penuh paradoks.
Pembukaan UUD 1945 dengan nilai-nilai luhurnya menjadi suatu kesatuan integral-integratif dengan Pancasila sebagai dasar negara. Jika itu diletakkan kembali, maka kita akan menemukan landasan berpijak yang sama, menyelamatkan persatuan dan kesatuan nasional yang kini sedang mengalami disintegrasi. Revitalisasi Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa Pancasila harus diletakkan utuh dengan pembukaan, di-eksplorasi-kan dimensi-dimensi yang melekat padanya, yaitu :
Realitasnya:   dalam arti bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dikonkretisasikan sebagai kondisi cerminan kondisi obyektif yang tumbuh dan berkembang dlam masyarakat.
Idealitasnya:   dalam arti bahwa idealisme yang terkandung di dalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobjektivasikan sebagai “kata kerja” untuk membangkitkan gairah dan optimisme para warga masyarakat guna melihat hari depan secara prospektif, menuju hari esok lebih baik.
Fleksibilitasnya:dalam arti bahwa Pancasila bukanlah barang jadi yang sudah selesai dan mandeg dalam kebekuan oqmatis dan normatif, melainkan terbuka bagi tafsir-tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang berkembang. Dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya, Pancasila menjadi tetap aktual, relevan serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara dengan jiwa dan semangat “Bhinneka tunggal Ika”.
Revitalisasi Pancasila Pancasila sebagai dasar negara harus diarahkan pada pembinaan moral, sehingga moralitas Pancasila dapat dijadikan sebagai dasar dan arah dalam upaya mengatasi krisis dan disintegrasi. Moralitas juga memerlukan hukum karena keduanya terdapat korelasi. Moralitas yang tidak didukung oleh hukum kondusif akan terjadi penyimpangan, sebaliknya, ketentuan hukum disusun tanpa alasan moral akan melahirkan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
Dalam upaya merevitalisasi Pancasila sebagai dasar negara maka disiapkan lahirnya generasi sadar dan terdidik. Sadar dalam arti generasi yang hati nuraninya selalu merasa terpanggil untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai Pancasila, terdidik dalam arti generasi yang mempunyai kemampuan dan kemandirian dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai sarana pengabdian kepada bangsa dan negara. Dengan demikian akan dimunculkan generasi yang mempunyai ide-ide segar dalam mengembangkan Pancasila.
Hanya dengan pendidikan bertahap dan berkelanjutan, generasi sadar dan terdidik akan dibentuk, yaitu yang mengarah pada dua aspek. Pertama, pendidikan untuk memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman akademis, ketrampilan profesional, dan kedalaman intelektual, kepatuhankepada nilai-nilai (it is matter of having). Kedua, pendidikan untuk membentuk jatidiri menjadi sarjana yang selalu komitmen dengan kepentingan bangsa (it is matter of being).
Bangsa Indonesia dihadapkan pada perubahan, tetapi tetap harus menjaga budaya-budaya lama. Sekuat-kuatnya tradisi ingin bertahan, setiap bangsa juga selalu mendambakan kemajuan. Setiap bangsa mempunyai daya preservasi dan di satu pihak daya progresi di lain pihak. Kita membutuhkan telaah-telaah yang kontekstual, inspiratif dan evaluatif.
Perevitalisasikan Pancasila sebagai dasar negara dalam, kita berpedoman pada wawasan :
1.            Spiritual, untuk meletakkan landasan etik, moral, religius sebagai dasar dan arah pengembangan profesi
2.            Akademis, menunjukkan bahwa MKU Pancasila adalah aspek being, tidak sekedar aspek having
3.            Kebangsaan, menumbuhkan kesadaran nasionalisme
4.            Mondial, menyadarkan manusia dan bangsa harus siap menghadapi dialektikanya perkembangan dalam mayaraka dunia yang “terbuka”
Dalam kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara yang sedang dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitasnya. Namun perlu kita sadari bahwa tanpa adanya “platform” dalam dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa mustahil akan dapat bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.
Melalui pemahaman inilah Pancasila dikembangkan dalam semangat demokrasi yang secara konsensual akan dapat mengembangkan nilai praktisnya yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang serba pluralistik. Selain itu melestarikan dan mengembangkan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana telah dirintis dan ditradisikan oleh para pendahulu, merupakan suatu kewajiban etis dan moral yang perlu diyakinkan oleh generasi sekarang.

II.2.     Implementasi Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
Dalam ideologi terkandung nilai-nilai. Nilai-nilai itu dianggap sebagai nilai yang baik, luhur dan dianggap menguntungkan masyarakat sehingga diterima nilai tersebut. Oleh karena itu, ideologi digambarkan sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan bersama. Seperangkat nilai yang dianggap benar, baik dan adil dan menguntugkan itu dijadikan nilai bersama. Apabila sekelompok masyarakat bangsa menjadikan nilai dalam ideologi sebagai nilai bersama maka ideologi tersebut menjadi ideologi bangsa atau ideologi nasional bangsa yang bersangkutan.
Ada 2 (dua) fungsi utama ideologi dalam masyarakat, yaitu :
1.            Sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai secara bersama oleh suatu masyarakat
2.            Sebagai pemersatu masyarakat dan karena sebagai prosedur penyelesaian konflik yang terjadi di masyarakat
Pengimplementasian pancasila sebagai sebuah ideologi nasional sudah tertuang pada Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI No. VII/MPR?2011 tanggal 09 november 2001 tentang visi indonesia masa depan.
Visi indonesia masa depan terdiri dari tiga visi yaitu :
1.            Visi ideal, yaitu cita-cita luhur sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.
2.            Visi antara, yaitu visi Indonesia 2020 yang berlaku sampai dengan tahun 2020. Visi tersebut adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri serta baik dan berseih dalam penyelenggaraan negara.
3.            Visi lima tahunan sebagaimana termaktub dalam garis-garis besar haluan negara.





















BAB III
PENUTUP

III.1.     Kesimpulan
Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan sebagai berikut:
Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia yaitu:
  1. Filasafat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
  2. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
  3. Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia
  4. Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, hal tersebut dapat dibuktikan dengan ditemukannya dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini :
a.          Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
b.         Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta).
c.          Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.
d.         Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal         27 Desember 1945, alinea IV.
e.          Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus 1950.
f.          Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959.

III.2.     Saran
Warganegara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan tinggal di negara Indonesia Oleh karena itu sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai, menghormati, menghargai menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa falsafah Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia ini.




















DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pancoran Tujuh.
Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pantjoran Tujuh.
Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta

Sumber Lain :
http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/filsafat/index.htm
http:// www.google.co.id
http:// www.teoma.com
http:// www.kumpulblogger.com